Padang, Javanusa—Gubernur Sumbar Mahyeldi menargetkan pendapatan petani meningkat melalui pemaksimalan potensi Perhutanan Sosial yang dikelola oleh masyarakat.
Hal itu disampaikan Gubernur Mahyeldi saat membuka Lokakarya atau Workshop Nasional di Hotel Premiere Padang, Selasa (22/8/2023).
Lokakarya ini mengangkat tema “Bahu Membahu dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Sumatera Barat Madani yang Unggul dan Berkelanjutan.”
“Lokakarya ini sangat relevan dengan visi, misi Gubernur dan Wakil Gubernur Sumbar, yang tertuang di RPJMD 2021-2026,” ungkap Mahyeldi.
Melalui Perhutanan Sosial, masyarakat bisa mengelola kawasan hutan lebih luas.
Serta jumlah unit usaha berbasis kehutanan atau Kelompok Usaha Perhutanan Sosial juga semakin banyak.
Menurutnya, penningkatan jumlah Perhutanan Sosial tersebut, merupakan wujud upaya konkrit dalam meningkatnya nilai tambah dan produktivitas produk pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan.
Termasuk kehutanan, dengan muara akhirnya adalah peningkatan pendapatan bagi petani.
“Pengelolaan SDA sejatinya bisa untuk memenuhi kebutuhan manusia secara berkelanjutan dan berkesinambungan. Pemanfaatan SDA yang baik akan memberikan manfaat bagi manusia dan bagi alam itu sendiri,” ucap Mahyeldi.
Namun demikian, Gubernur tak menampik kenyataan masih terjadi praktik-praktik pengelolaan SDA yang cenderung tidak bijak.
Sehingga menimbulkan kerusakan alam yang pada akhirnya berakibat buruk dan bahkan mengancam keselamatan manusia.
“Imbasnya dapat berupa bencana seperti, tanah longsor, banjir, hingga kekeringan, yang lambat laun ikut mempengaruhi iklim global,” jelas Mahyeldi.
Saat ini kondisi Perhutanan Sosial Sumbar lebih dari 1,5 juta ha kawasan hutan negara menjadi kewenangan Pemprov Sumbar.
Dengan fungsi atau status sebagai hutan lindung dan hutan produksi. Selain itu berdasarkan data BPS tahun 2020, sebanyak 81,97 persen wilayah nagari di Sumbar berada di dalam dan sekitar kawasan hutan atau sekitar 950 nagari.
“Artinya, hidup sebagian besar masyarakat Sumbar yang menetap di sekitar kawasan hutan sangat bergantung pada hutan itu sendiri dan wilayah sekitarnya,” sebut Mahyeldi.
Gubernur berharap, melalui program pemberdayaan bagi masyarakat di sekitar kawasan hutan, akan dapat memberikan kontribusi positif bagi kelangsungan SDA dan bagi kesejahteraan masyarakat.
Selain itu, Gubernur juga menginginkan munculnya pusat-pusat aktivitas ekonomi mikro berbasis komoditi hasil htan bukan hayu seperti, madu, kopi, rotan, manau, pasak bumi, dan jasa lingkungan (ekowisata).
“Jadi kita bisa mendorong masyarakat di sekitar kawasan hutan yang selama ini merasa termarjinalkan untuk meningkatkan kesejahteraan sembari menjaga hutan,” tuturnya.
Semoga melalui Perhutanan Sosial ini bisa menjadi bagian dari upaya mengentaskan kemiskinan ekstrim di pedesaan atau di sekitar kawasan hutan.
Namun, Mahyeldi tak menampik Perhutanan Sosial memerlukan dukungan dan kolaborasi aktif dari semua pihak.
Mulai dari pemerintah pusat, pemprov, pemda, BUMN/BUMD, perbankan, dunia usaha, perguruan tinggi, hingga LSM
“Semoga lokakarya ini makin memperkuat kolaborasi antara pemangku kepentingan dan pelaku usaha, serta pihak lainnya. Agar terus memberikan kontribusi positif dalam pengelolaan hutan,” tuturnya.
Kepala Dishut Sumbar, Yozarwardi menyebutkan lokakarya ini memperkuat rekomendasi kebijakan dalam mendukung kepastian wilayah dan pengelolaan berkelanjutan berbasis masyarakat.
“Ada 168 peserta hadir di acara ini. Terdiri dari unsur pemerintah pusat, Pemprov, pemda dan perwakilan masyarakat swasta” ujarnya.
Semoga hasil dari lokakarya ini dapat terkomunikasikan dengan baik, demi mendukung kepastian wilayah hutan yang berbasis masyarakat. (adpsb/jn01)